Ketahanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar setiap makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, setiap tanggal 16 Oktober setiap tahunnya diperingati dengan Hari Pangan Sedunia. Untuk tahun ini Food and Agriculture Organization (FAO), Hari Pangan Sedunia 2024 mengangkat tema ‘Right to foods for a better life and a better future’ atau ‘Hak atas pangan untuk kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 Angka 1 berbunyi ”Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman”.
Dalam era perdagangan bebas di pasar internasional, mempertahankan dan meningkatkan ketersedian pangan lokal merupakan salah satu bentuk upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.[1]
Berbicara mengenai ketahanan pangan artinya menyangkut pada ketersediaan pangan. Untuk mencapai ketersedian pangan tentunya juga erat kaitannya dengan petani sebagai ujung tombak pengasil pangan. Selain itu juga ketersedian pangan juga perlu didukung oleh ketersedian lahan pertanian, iklim yang baik, kondisi sosial yang stabil, dan teknologi yang memadai.
Peran Perempuan di KUPS Bangkik Basamo dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Lokal
Masyarakat terutama petani berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Mulai dari tingkat individu maupun keluarga perempuan memiliki posisi yang sangat strategis dalam ketahanan pangan. Perempuan terlibat dalam kegiatan produksi (dalam pertanian), pengolahan makanan, dan distribusi makanan. Mereka tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga menjadi tanggung jawab utama untuk menyediakan makanan bagi seluruh anggota keluarga[2].
Ditingkat tapak, ada kelompok perempuan yang hadir untuk mewujudkan ketahanan pangan yaitu KUPS Bangkik Basamo. KUPS ini merupakan penggabungan dari dua Kelompok Wanita Tani (KWT) yakni KWT Mentari dan KWT Muti yang beranggotakan 14 orang perempuan. KUPS ini mengelola unit usaha olahan hasil hutan bukan kayu, yakni berupa olahan pucuk paku (Rendang) dan buah pisang (Serundeng) yang merupakan tanaman yang banyak tumbuh dikawasan penyangga Hutan Nagari Alahan Mati.[3]
KUPS Bangkik Basamo dibentuk karena dipandang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap pengembangan potensi sumber daya hutan bagi masyarakat Nagari Alahan Mati. Selain itu kehadiran KUPS ini juga dapat mendorong berbagai inovasi dan kreatifitas masyarakat sekitar hutan untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomis berbasis potensi, dan tentunya berkontribusi terhadap kelestarian hutan dan lingkungan.
Awalnya Rendang Paku merupakan makanan asli dari Nagari Alahan Mati. Biasanya rendang paku merupakan salah satu makanan khas yang ada dalam upacara acara adat. Karena dipandang memiliki nilai ekonomis, maka KUPS memproduksi rendang paku ini untuk di perkenalkan dan di pasarkan.
Sementara itu untuk serudeng pisang merupakan makanan olahan dari buah pisang muda. Bahan baku untuk serudeng pisang ini buah pisang yang biasa dikenal dengan Pisang Masak Sehari. Pisang ini tidak memiliki nilai atau harga di Nagari Alahan Mati, hal ini disebabkan karena buah pisang ini ketika sudah matang rasanya asam, berbeda dengan rasa pisang pada umumnya. Namun pisang ini tumbuh banyak dan subur di Nagari Alahan Mati. Dari inovasi KUPS Bangkik Basamo ini, mereka buatlah serundeng pisang.
Produk Rendang Paku dan Serundeng Pisang dijadikan oleh KUPS Bangkik Basamo selain untuk melestarikan makanan khas daerah juga sebagai upaya untuk menjaga stabilitas pangan ditingkat tapak.***
[1] Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 Angka 4
[2] Novia, D. 2015. “Marginalisasi Perempuan dalam Pembangunan Pertanian”. Prosiding Seminar Interdisiplin Ilmu Pendidikan Bagi Anak Perempuan, Pemberdayaan Perempuan dan Perubahan Sosial dan Lingkungan. Program Magister Kajian Perempuan, Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang.
[3] Dokumen AD/ART KUPS Bangkik Basamo