DINAMISASI PERHUTANAN SOSIAL SUMATERA BARAT
Perhutanan Sosial merupakan salah satu kebijakan pembangunan kehutanan dalam rangka mengurangi kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pengelolaan kawasan hutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjaga kelestarian hutan. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mengalokasikan hutan untuk dikelola masyarakat melalui Perhutanan Sosial, sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Tahun 2016 – 2021. Untuk itu, diperlukan dukungan secara bersama-sama oleh semua pihak yang saling terintegrasi dalam mengelola Perhutanan Sosial.
Terkait dengan komitmen pelaksanaan Perhutanan Sosial tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melahirkan Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Fasilitasi Perhutanan Sosial (Pergub 52/2018). Tujuan dibentuknya Pergub 52/2018 ini untuk mendukung fasilitasi dalam penyiapan dan pengembangan usaha Perhutanan Sosial, menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan hutan, serta mengatur koordinasi, integrasi, singzkronisasi, dan meningkatkan peran serta para pihak untuk mendukung Perhutanan Sosial demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Peran serta dan dukungan yang dilakukan dimulai dari fasilitasi, kelembagaan, monitoring dan evaluasi serta pembiayaan.
Selanjutnya, poin penting yang diamanatkan dalam Pergub 52/2018 ini adalah pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) yang terdiri atas unsur Pemerintah Daerah dengan Perangkat Daerahnya, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, dan Badan Usaha Millik Negara/ Badan Usaha Milik Swasta, instansi vertikal yang dimiliki wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat. Pokja PPS dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 522-768-2019 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Sumatera Barat (SK Pokja PPS). Dalam menjalankan tugasnya, Pokja PPS Sumatera Barat bertanggung jawab kepada Gubernur Sumatera Barat melalui Kepala Dinas Kehutanan.
Pokja PPS adalah kelompok kerja yang membantu fasilitasi, penyiapan, pengembangan, perencanaan, pengelolaan dan pengembangan usaha perhutanan sosial. Berdasarkan SK Pokja PPS, terdapat 10 tugas Pokja PPS, yakni :
1. Menyusun rencana kerja Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial terkait dengan Percepatan dan Pengembangan Perhutanan Sosial,
2. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian/Lembaga terkait di tingkat pusat,Organisasi Pemerintah Daerah Provinsi/PemerintahKabupaten/Kota serta pihak terkait lainnya,
3. Melakukan percermatan dan revisi terhadap Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial,
4. Menyiapkan dan mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu dalam percepatan penyiapan,
5. Melaksanakan fasilitasi penyiapan perhutanan sosial,
6. Melaksanakan fasilitasi penyusunan perancanaan perhutanan sosial,
7. Melaksanakan fasilitasi pengembangan perhutanan sosial,
8. Melakukan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program kerja Organisasi Perangkat Daerah dalam fasilitasi perhutanan sosial,
9. Melakukan monitoring dan evaluasi,
10. Melakukan penyelesaian konflik.
Berdasarkan hal tersebut maka Rencana Kerja menjadi acuan dalam melaksanakan program dan kegiatan.
MEMBANGUN RENCANA KERJA POKJA PPS SUMATERA BARAT BERKELANJUTAN
Pokja PPS memiliki masa kerja selama 5 (lima) tahun semenjak dikeluarkannya SK Pokja PPS pada 14 Oktober 2019. Idealnya Pokja PPS akan bekerja secara optimal dalam rentang waktu 2020-2025. Tugas pertama Pokja PPS yaitu menyusun Rencana Kerja untuk periode 2020-2025. Rencana Kerja tersebut bersifat jangka panjang dan strategis.
Rencana Kerja merupakan tool yang akan digunakan untuk mencapai tujuan Pokja PPS. Rencana kerja harus memuat hasil yang diharapkan (outcome), target dan tujuan (output) dalam mendapatkan hasil, serta rincian program dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dari Pokja PPS. Selain itu, Rencana Kerja juga memuat pihak yang bertanggungjawab untuk menjalankan program tersebut. Selanjutnya Rencana Kerja akan diturunkan lebih detail pada Rencana Kerja Tahunan dengan target tahunan berdasarkan output yang sudah dirumuskan.
Keberadaan Pokja PPS yang berasal dari multistakeholder tentu memunculkan keberagaman cara pandang dalam memahami Perhutanan Sosial. Disamping itu, mengaitkan Perhutanan Sosial dengan tugas pokok dan fungsi asal Anggota Pokja PPS menjadi hal yang perlu diperhatikan. Disisi lain, pembagian bidang pada Pokja PPS tentu akan memengaruhi tugas Anggota Pokja PPS. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan alur dan metode yang tepat dalam perumusan dan penyusunan Rencana Kerja Pokja PPS 2020-2025 agar menjadi dokumen yang dapat dipergunakan semua pihak dalam keanggotaan Pokja PPS yang sinkron dan memiliki tujuan yang sama dengan tugas dan fungsi asal Pokja PPS. Sehingga Rencana Kerja tersebut implementatif dan tepat sasaran.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, alur penyusunan dokumen Rencana Kerja Pokja
PPS, yaitu:
Keterangan :
1. RPJMD
RPJMD merupakan dokumen berisi arah kebijakan kepala daerah yang memuat salah satunya komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melaksanakan Program Perhutanan Sosial di Provinsi Sumatera Barat.
2. Database PS
Database PS memuat sebaran dan Renja LPHN/ Kelompok HKM serta profil nagari yang digunakan untuk melihat potensi PS di tiap nagari. Analisis dilakukan oleh Tim Pakar dengan hasil berupa draft awal Rencana Kerja Pokja PPS.
3. Draft Awal
Gambaran awal program dan pembagian peran yang menjadi bahan analisis Pokja PPS dalam penyusunan Rencana Kerja Pokja PPS yang sesuai dengan potensi dari database Perhutanan Sosial.
4. Analisis Model Fasilitasi
FGD pengintegrasian peran seluruh anggota Pokja PPS untuk pelaksanaan program PS dalam Draft Awal dengan tupoksi yang telah diamanatkan SK Pembentukan Pokja PPS.
5. Rapat Kerja Pokja PPS
Pertemuan seluruh anggota Pokja untuk merumuskan dan membahas Rencana Kerja Pokja PPS.
6. Rencana Kerja Pokja PPS
Rencana Kerja Pokja PPS adalah produk akhir yang menjadi pedoman implementasi dan pengembangan Perhutanan Sosial yang disahkan melalui RPJMD.
Berikut penjelasan grafik alur diatas:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan daerah yang salah satu isinya menjadikan Perhutanan Sosial sebagai isu strategis untuk pelestarian hutan, pemulihan hutan, pengamanan fungsi kawasan hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Daerah merumuskan arah kebijakan sebagai
barikut :
1. Peningkatan peran serta dalam pengamanan kawasan hutan,
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya kehutanan,
3. Peningkatan Pengawasan serta penertiban perizinan kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup,
4. Pemulihan fungsi kawasan hutan dan lahan, penegakan hukum di bidang kehutanan serta peningkatan upaya mitigasi perubahan iklim.
Selanjutnya, bahan analisis yang digunakan untuk merumuskan rencana kerja adalah database Perhutanan Sosial. Database ini memuat seberan kelompok-kelompok Perhutanan Sosial beserta rencana kerjanya dan profil nagari. Profil nagari memuat tentang kondisi nagari baik secara geografis, ekonomi, politik maupun sosial dan budaya. Rencana kerja Kelompok Perhutanan Sosial meliputi kebutuhan kelompok dalam pencapaiannya. Database ini kemudian menjadi acuan untuk melihat bagaimana kondisi Kelompok Perhutanan Sosial di Sumatera Barat.
Kami memandang penting Database Perhutanan Sosial perlu dianalisa oleh Tim Pakar Pokja PPS. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat berupa Draft Awal Rencana Kerja Pokja PPS yang selanjutnya akan terintegrasi dengan kondisi real kelompok Perhutanan Sosial dan arah kebijakan Pemerintah Daerah dalam RPJMD.
Selanjtnya hasil tersebut menjadi perlu dilakukan pembahasan di tingkat Pokja dengan draf awal sebagai basis pembahasan untuk menentukan program – program dalam rencana kerja berdasarkan peran dan tugas masing masing. agenda tersebut dapat berupa diskusi terpokus Pokja PPS sehingga terdapat masukan dan saran yang membangun dalam melahirkan rencana kerja Pokja PPS. Draft Awal Perhutanan Sosial perlu dianalisis model fasilitasi yang berbasis Pergub/SK. Kegiatan dapat berupa Focus Group Discussion yang melibatkan Pokja PPS untuk menentukan program-program dalam Rencana Kerja berdasarkan peran dan tugas dari tiap struktur Pokja PPS. Anggota Pokja PPS dapat memberikan masukan dan saran terkait Rencana Kerja Pokja PPS.
Selanjutnya, dilakukan Rapat Kerja Pokja PPS untuk membahas Rencana Kerja. Setelah diperoleh kesepakatan, Rencana Kerja ditetapkan secara bersama oleh anggota Pokja PPS. Setelah ditetapkan, Rencana Kerja Pokja PPS digunakan sebagai pedoman implementasi program Perhutanan Sosial oleh Pokja PPS. Untuk menjalankan programnya, Pokja PPS membentuk Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Rancang Bangun Sistem Data Base Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial merupakan kebijakan yang diharapkan menjadi penghubung fungsi- fungsi lanskap kewilayahan dari hulu ke hilir. Juga, berhubungan dengan aktifitas masyarakat di dalam maupun di luar kawasn hutan. Sehingga upaya pelestarian, perlindungan kawasan hutan sejalan dengan upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut Perkumpulan Qbar melakukan riset pengalian potensi di 4 (empat)Nagari, yang megambarkan keterkaitan lanskap dengan aktifitas masyarakat. Harapannya hasil riset ini dapat menjadi model data base Perhutanan Sosial yang nantinya akan menjadi bahan analisis penyusunan rencana kerja Pokja PPS sebagaimana diuraikan sebelumnya.
1. Nagari Kurai
Kurai merupakan salah satu nagari yang berada di Kecamatan Suliki, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Secara geografis kondisi bentang alamnya berupa perbukitan yang berada di rentang ketinggian 500-900 meter dari permukaan laut (mdpl). Nagari Kurai terdiri atas 3 (tiga) Jorong, yaitu Jorong Kurai, Jorog Mudiak Liki dan Jorong Botuang dan memiliki jarak tempuh ±27 Km dari kota Payakumbuh. Nagari yang memiliki luasan ±2.282 Ha ini, berbatasan langsung dengan Nagari Pandam Gadang di bagian Utara dan Barat, Nagari Kamang Mudiak di Bagian Selatan dan Nagari Suliki di bagian Timur.
Selain memiliki kondisi berbukitan, di Nagari Kurai ditemukan beberapa anak sungai yang diantaranya digunakan sebagai sumber mata air untuk pengairan sawah dan kebutuhan lainnya seperti Batang Air Mudiak Liki dan Batang Air Botuang. Walaupun memiliki sumber air, kondisi persawahan di nagari tetap menggunakan sistem sawah tadah hujan karena terkendala distribusi air menuju lokasi persawahan yang juga tedapat di perbukitan. Hasil komoditi selain pertanian (sawah) juga terdapat perkebunan kopi, perkebunan jeruk, ternak, kulit manis, tanaman pertanian lainnya yang tersebar di 3 (tiga) jorong yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat.
Gambar 2. Kondisi Wilayah Nagari Kurai
Dari hasil gambaran kondisi wilayah dapat dilihat bahwa Nagari Kurai memiliki tutupan lahan dengan vegetasi yang rapat. Dengan tutupan tersebut juga memperlihatkan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang banyak, seperti : Rotan, manau, tabu-tabu, buah jernang dan potensi lainnya.
Untuk sektor Perkebunan sudah ada beberapa jenis komoditi yang dikembangan sejak dulunya dan memiliki nilai ekonomi pada masanya. Akan tetapi karena persoalan penyakit, hama dan nilai jual maka sering terjadi perubahan penanaman jenis komoditi tersebut.
Tabel 1. Perubahan Pola Tanam Jenis Komoditi di Nagari Kurai
Walaupun terdapat banyak jenis komoditi dan perubahan pola tanam oleh masyarakat, Kopi dan Jeruk Manis tetap menjadi komoditi unggulan di Nagari Kurai:
1. Kopi
Kopi di Nagari Kurai merupakan jenis tanaman yang sudah ditanam sejak lama (kopi tua) yang dipanen secara konvensional oleh masyarakat dengan masa panen 1 (satu) kali setahun. Rata- rata masyarakat Nagari Kurai memiliki kebun kopi, baik itu tanaman lama maupun yang sedang dikembangkan kembali.
2. Jeruk
Jeruk merupakan tanaman yang cocok dikembangkan di Nagari Kurai karena di dukung oleh iklim wilayah tersebut. Tanaman ini sudah ditanam oleh masyarakat sejak beberapa tahun yang lalu dan ada yang sudah mulai panen. Di periode sekarang ini, masyarakat sedang mengembangkan penanaman jeruk. Hal ini dapat dilihat dengan sudah mulainya masyarakat menanam jeruk 6 bulan terakhir.
Selain bentang alam Nagari Kurai yang mendukung untuk dikembangkan berbagai jenis tanaman, juga ditemukan beberapa kejadian yang dapat merubah bentang alam, seperti longsor dalam skala kecil, tanah terban, amblasnya beberapa titik jalan yang diakibatkan curah hujan yang relatif tinggi. Selain itu juga terjadi penyusutan bahkan hilangnya beberapa titik sumber mata air yang diakibatkan oleh tanaman pinus. Akibat dari ini beberapa lokasi sebaran sawah tidak lagi bisa digarap dan masyarakat beralih dari komoditi padi ke jenis tanaman lain seperti pisang dan jeruk.
Hal itu dilihat dari tingkat kemiringan 25-40%, jenis tanah kambisol, dimana jenis tanah ini memiliki tekstur liat, saat musim kemarau permukaan tanah menjadi retak dan berpori besar, namun saat musim hujan menjadi lumpur dan mudah terkikis oleh air hujan, curah hujan rata-rata tahunan kurai yaitu 2000-2500mm/tahun tergolong pertanian lahan kering dan semak/belukar yang memiliki tajun rendah dan kerapatan vegetasi yang lebih sedikit, dimana kondisi ini dapat meningkatkan potensi bencana longsor.
Gambar 3 Peta Potensi Rawan Longsor di Nagari Kurai
2. Nagari Silayang
Nagari Silayang berada di Kecamatan Mapat Tunggul Selatan, Kabupaten Pasaman. Secara astronomis terletak di antara Garis Lintang 00°34´ LU- 00°06´LU dan Garis Bujur 100° 06´ BT-100°20 BT yang berbatasan dengan Nagari Lubuak Gadang di Sebelah Utara, Nagari Muaro Sungai Lolo di sebelah Selatan, Nagari Lansat Kadap di sebelah Barat dan Provinsi Riau di sebelah Timur. Jarak Tempuh menuju Silayang dari Pusat Kabupaten ±89 Km dan ±260 Km dari Ibu Kota Provinsi.
Nagari ini didiami oleh Masyarakat Minangkabau yang bersuku Melayu Tuo, Melayu Mudo, Potopang, Mandailiang dan Piliang dengan luasan wilayah ±18.524 Ha dan luas kawasan hutan lindung ±5.250 Ha. Untuk bisa mencapai Nagari Silayang harus melewati jalan sekitar ±5 Km dengan kondisi rusak parah. Medan jalannya berupa tanah dan berlumpur ketika musim penghujan.
Nagari Silayang memiliki Lembaga Pengelolaan Hutan Nagari (LPHN) yang di Sk-kan oleh menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bersama dengan lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari (LPMN) dan Pemerintahan Nagari, LPHN telah melakukan penggalian potensi komoditi di Silayang. Dari hasil tersebut, diperoleh data inventarisasi berbagai jenis komoditi seperti: karet, padi ladang, serai wangi, rotan, jengkol, manau, durian, kopi, kakao, pinang, manggis, pokat, kemiri, petai, jagung dan kayu manis.
Gambar 4. Kondisi Wilayah Nagari Silayang
Dari sekian banyak potensi yang dikembangkan di nagari Silayang, terdapat beberapa komoditi yang menjadi unggulan, diantaranya :
Tabel 2. Komoditi Unggulan di Nagari Silayang
Selain sebaran komoditi yang ada di nagari Silayang, dalam beberapa periode juga terdapat bencana alam yang terjadi yang mengakibatkan kerugian di tingkat masyarakat :
Tabel 3. Daftar Kebencanaan Yang Pernah Terjadi di Nagari Silayang
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa di Nagari Silayang banjir atau banjir bandang menjadi bencana alam yang sering terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan atau mitigasi dalam meminimalisir dampak dari kejadian itu. Di sisi lain kondisi geografis kewilayah Nagari juga memiliki potensi akan longsor. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanah dan topografi wilayah yang berbukit – bukit. Oleh karenanya dalam pengembangan komoditi perlu disesuaikan dengan kondisi ini.
Gambar 5. Peta Potensi Rawan Longsor di Nagari Silayang
Komoditi yang sedang dikembangkan secara masif di Nagari Silyang adalah Serai Wangi. Dari analisis peta kesesuaian lahan hampir di seluruh wilayah Nagari Silayang komoditi ini cocok untuk dikembangkan. Akan tetapi jika disandingkan dengan peta potensi rawan longsor, komoditi ini memiliki kerentanan dan berefek negatif jika dikembangkan secara masif dan tanpa memperhatikan kesesuaian ruang. Hal ini dikarenakan, rata- rata wilayah di Nagari Silayang memiliki kerentanan terhadap potensi longsor. Oleh karena itu perlu perencanaan dan kesesuaian dalam pengembangan serai wangi di Nagari Silayang, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tetap memperhatikan nilai ekologis.
Gambar 6. Peta Kesesuaian Lahan Pengembangan Komoditi Serai Wangi di Nagari Silayang
3. Malalo Tigo Jurai
Malalo Tigo Jurai merupakan komunitas masyarakat adat yang mendiami Nagari Guguak Malalo dan Nagari Padang Laweh Malalo, Kabupaten Tanah Datar. Menurut sejarah nenek moyang yang turun ke Malalo ini terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yang masing-masing dikepalai oleh seorang Tuo Kampuang. Ketiga kelompok ini menetap di Malalo yang kemudian menaruko dan mencancang latiah didaerahnya. Daerah ini di sebut dengan Jurai dan di Malalo terdapat Tiga Jurai, yaitu Jurai Guguak, Jurai Tanjuang Sawah, Jurai Padang Laweh. Jurai Guguak terdiri dari Tiga Koto yakni Koto di Hilia, Koto di Tangah, dan Koto di Mudiak. Ketiga Koto ini dikepalai oleh seorang Kepala Suku/Adat atau Penghulu Pucuk Datuk Rajo Malano. Jurai Tanjuang Sawah dikepalai oleh Datuk Rajo Maninjun dan Jurai Padang Laweh oleh Datuk Panduko Nan Banso.
Karena perkembangan zaman yang sifatnya administratif, maka Malalo Tigo Jurai dibentuk menjadi 2 (dua) pemerintahan nagari menjadi Nagari Guguak Malalo dan nagari Padang Laweh Malalo. Walaupun demikian masyarakat 2 (dua) nagari ini tetap mempertahankan asal- usul Malalo Tigo Jurai. Berikut bentuk perubahan Malalo Tigo Jurai menjadi nagari administrasi.
Tabel 4. Diagram Perubahan Malalo Tigo Jurai menjadi Administrasi Pemerintahan Nagari
A. Nagari Guguak Malalo
Nagari Guguak Malalo memiliki luasan 5.280 Ha memiliki jarak tempuh 45 Km ke Ibukota Kabupaten dan 100 Km ke Ibu kota Provinsi. Secara geografis Nagari Guguak Malalo berada di pantai Barat Danau Singkarak dengan bentang alam 16 km dari utara ke selatan dan 9,5 km dari timur ke barat dengan topografi berbukit dan melandai ke arah danau Singkarak.
Guguak Malalo memiliki penduduk sekitar 4.647 jiwa atau 1.379 KK yang tersebar di 3 (tiga) Jorong yaitu Jorong Duo Koto, Jorong Guguak dan Jorong Baiang. Nagari ini berbatasan langsung dengan Nagari Padang Laweh Malalo di arah utara, Nagari Paninggahan di arah selatan, Kabupaten Padang Pariaman (Bukit Paru Anggang) di sebelah barat dan Nagari Simawang di arah timur.
Secara potensi, Guguak Malalo memiliki potensi yang sangat besar mulai dari kawasan hutan sampai ke bagian danaunya. Di kawasan hutan Nagari Guguak Malalo memiliki potensi kayu- kayuan, hasil hutan bukan kayu, potensi flora dan fauna lainnya. Dibagian kawasan perkebunan masyarakat juga banyak potensi yang telah ditanam oleh masyarakat, seperti durian, kopi, pokat, kayu manis, cengkeh, kakao, dan tanaman holtilkutrura lainya.
Selain itu padi juga menjadi salah satu komoditi yang merata di Nagari Guguak Malalo. Bagian terbawah dari lanskap Nagari Guguak Malalo adalah potensi Danau Singkarak : Pensi dan beragam jenis ikannya.
Tabel 5. Potensi Komoditi Unggulan di Nagari Guguak Malalo
Gambar 7. Kondisi Wilayah Nagari Guguak Malalo
Disisi lain, Nagari Guguak Malalo memiliki potensi kerawanan bencana. Hal itu dikarenakan Nagari Guguak Malalo berada di lempeng Patahan Sumatera yang sewaktu- waktu bisa bergeser. Berikut informasi kebencanaan yang terjadi di Nagari Guguak Malalo :
Tabel 6. Daftar Kebencanaan yang Pernah Terjadi di Nagari Guguak Malalo
B. Nagari Padang Laweh Malalo
Nagari Padang Laweh Malalo memiliki luas ±1.470 Ha yang terletak di sebelah Barat Danau Singkarak. Padang laweh Malalo yang berbatas langsung dengan Nagari Guguak Malalo. Selain itu kedua nagari memiliki keterikatan asal usul dan sejarah, oleh karena itu mereka bersepakat Untuk Mendorong Hutan Adat Malalo Tigo Jurai (Nagari Guguak Malalo- Nagari Padang Laweh Malalo). Secara Topografi Padang laweh malalo merupakan dataran rendah dengan ketinggian 383 mdpl.
Secara kewilayahan, Padang laweh Malalo berbatasan dengan Nagari Bungo Tanjuang di sebelah utara, Nagari Batu Taba di sebelah timur, Nagari Guguak Malalo di sebelah selatan dan Kabupaten padang Pariaman di sebelah barat. Kemudian di Nagari Padang Laweh Malalo ini, terdapat 4 (empat) Jorong : Jorong Rumbai, Jorong Padang Laweh, Jorong Tangah XX dan Jorong Jorong Tanjuang Sawah.
Potensi komoditi yang terdapat di Nagari Padang Laweh Malalo tersebar dari Kawasan Hutan sampai ke tepi danau. Di kawasan hutan ditemukan beragam jenis kayu- kayuan, hasil hutan bukan kayu, potensi jasa lingkungan, flora dan fauna. Dibawahnya terdapat wilayah perkebunan dan pertanian dengan potensi dominan Pokat, Sawo, pinang dan kakao. Saat ini pokat adalah komoditi utama yang dikembangkan oleh masyarakat Padang Laweh Malalo, namun terkendala dengan akses pasar. Persoalan lainnya banyaknya hama Tupai, Babi, Monyet yang dipandang menganggu produktifitas komoditi.
Selanjutnya, Danau Singkarak yang berada di Nagari padang Laweh Malalo memiliki potensi jenis ikan endemik yaitu ikan bilih, yang dimanfaatkan sebagai salah satu mata pencaran masyarakat. Berikut sebaran potensi utama di Nagari Padang Laweh Malalo :
Tabel 7. Potensi Komoditi Unggulan di Nagari Padang Laweh Malalo
Gambar 8. Kondisi Wilayah Nagari Padang Laweh Malalo
Selain itu tidak jauh berbeda dengan Nagari Guguak Malalo, Nagari padang Laweh juga memiliki sejarah kebencanaan, diantaranya :
Tabel 8. Daftar Kebencanaan yang Pernah Terjadi di Nagari Padang Laweh Malalo
C. SEJARAH KEBENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITI DI MALALO TIGO JURAI
Seperti yang digambakan dibagian atas, Malalo Tigo Jurai baik nagari Guguak Malalo maupun Nagari padang Laweh memiliki potensi yang sangat banyak dan salah satu komoditi yang sedang dikembangkan adalah kopi. Dibalik itu kondisi alam Malalo juga memiliki resiko bencana yang tinggi. Hal itu dikarenakan wilayahnya yang terdiri dari berbukitan dan memiliki curah hujan membuat nagari ini dibawah bayang- bayang longsor dan banjir.
Selain melihat dari catatan kebencanaan yang terjadi di Malalo, secara penamaan malalo memiliki arti yang bisa dikaitkan dengan kebencanaan. Malolo, menurut bahasa daerah Malalo, berartikan longsor. Dahulu didaerah Malalo sering terjadi longsor, hampir setiap hari terdengar longsor diberbagai daerah Malalo. “loloh”, padanan kata yang dipakai dalam pembicaraan sehari-hari. Hal ini dikarenakan seringnya terjadi gempa didaerah Malalo, sehingga ada sebuah nyanyian oleh orang tua kepada anaknya agar tertidur dibatu ayunan anak, “O batu tanggaulai batu, O batu tanggulai mandeh”, hal ini menandakan bahwa Malalo merupakan daerah Patahan. Sebelumnya perkampungan jauh berada diatas, perkampungan dahulu berada di daerah Puak, Sikabu, Sikengkeng, Batang Siaman, Kampuang Pinang Balirik, Pucuak Padang sebelum terjadi jebolnya batang ombilin yang membuat Danau Singkarak.
Berdasarkan kondisi ini perlu perencanaan yang matang dalam menentukan komoditi yang akan dikembangkan. Salah satu jenis tanaman yang dikembangkan adalah kopi yang sejak dulunya sudah ditemukan. Dari peta wilayah, memperlihatkan bahwa kopi memiliki kecocokan ditanam hampir di semua wilayah malalo. Walaupun demikian faktor sejarah kebencanaan dan penamaan Malalo itu sendiri perlu menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kedepannya.
Gambar 9. Peta Kesesuaian Lahan Komoditi Kopi Robusta di Malalo Tigo Jurai (Nagari Guguak Malalo dan Nagari Padang Laweh Malalo)
Gambar 10. Peta Potensi Rawan Longsor di Malalo Tigo Jurai (Nagari Guguak Malalo dan Nagari Padang Laweh Malalo)
INTEGRASI POKJA PPS DALAM PENINGKATAN NILAI EKONOMI HASIL PERHUTANAN SOSIAL
Rencana Kerja Kelompok Perhutanan Sosial merupakan dokumen yang dijadikan acuan oleh kelompok dalam melakkan aktifitasnya. Harapannya rencana kerja yang telah disusun berdasarkan potensi dan apa yang akan dikembangkan menjadi titik awal dalam peningkatan ekonomi masyarakat sebagaimana tujuan Perhutanan Sosial itu sendiri. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah sinergi semua stakeholder dalam mendorong rencana kerja kelompok tersebut. Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan adalah mengembangkan komoditi dari sudut pandang banyak stakeholder.
Dari jenis komoditi yang tersebar di 4 (empat) Nagari diatas, Perkumpulan Qbar memilih 2 (dua) komoditi yakni kopi dan Serai Wangi sebagai model pengintegrasian dan kolaborasi Pokja PPS dalam mendukung peningkatan nilai komoditi. Selain itu 2 (dua) komoditi ini masif dikembangkan di beberapa wilayah lainnya di Sumatera Barat Dalam penyajian rumusan peningkatan nilai komoditi yang akan menjadi program dan kegiatan Pokja PPS, Kertas Kebijakan ini berangkat dari kondisi faktual pengelolan Kopi di Malalo Tigo Jurai dan Serai Wangi di Nagari Silayang.
1. KOPI
Kopi robusta merupakan komoditi yang sudah ada di Malalo sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang bisa dikembangkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Malalo berada di pesisir barat Danau Singkarak berada pada ketinggian 400 – 1.200 mdpl dengan curah hujan tinggi,sehingga memiliki kelembaban udara yang tinggi juga.
2. Jenis tanah didominasi oleh kambiosol dan andosol yang mengandung banyak mineral sebagai unsur yang dibutuhkan tanaman kopi,
3. Dalam setahun memiliki iklim basah lebih lama ( >9 bulan) daripada bukan kering
Pola pemanfaatan potensi kopi yang dilakukan di Nagari malalo dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Jenis kopi yang batangnya besar dan jarak yang jauh dari pemukimam masyarakat mempengaruhi pola panen masyarakat setempat. Seharusnya dalam proses panen yang dilakukan dengan memilih biji yang telah layak panen (biji berwarna merah). Tapi faktanya dilakukan dengan memangkas dahan kopi yang telah berbuah dan dirontokan semuanya baik yang telah masak maupun yang masih berwarna hijau.
Proses panen seperti ini tentu akan mempengaruhi kualitas biji kopi yang dipanen, mempengaruhi nilai jual dan keberlanjutan produksi kedepannya. Selanjutnya dalam pengolahan biji yang telah dipanen tersebut dilakukan masyarat secara tradisional, proses penumbukan dengan alat seadanya, proses penjemuran dengan pengetahuan masyarakat dan dijual kepada pengempul yang sudah terbiasa mencari kopi ke Malalo.
Berdasarkan kondisi tersebut perlu upaya yang bisa dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka implementasi Peraturan Gubernur Tentang Pedoman Fasilitasi Perhutanan Sosial sebagai wujud peningkatan nilai ekonomi dari kopi malalo maupun komidi kopi lainnya di Sumatera Barat. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah melakukan sinergi banyak instansi untuk meningkatkan nilai ekonomi kopi sesuai dengan tupoksi masing- masing. Bentuk skema yang Qbar tawarkan kepada lintas OPD yang tergabung di dalam Pokja PPS sebagai berikut :
Dengan memperhatikan pola OPD yang didukung dengan Peran sesuai dengan TUPOKSI masing- masing, harapannya komoditi ini memiliki nilai jual yang lebih, sehingga adanya peningkatan ekonomi di tingkat masyarakat/ kelompok perhutanan sosial di Sumatera Barat.
2. Serai Wangi
Serai wangi merupakan jenis tanaman yang masuk golongan rumput- rumputan atau yang disebut Andropogon nardus atau Cympogon nardus. Tanaman ini merupakan jenis yang bisa dikembangkan di Nagri Silayang, hal itu dikarenakan iklim dan jenis tanahnya cocok dengan Serai Wangi. Jenis tanah Kambisol dimana jenis tanah ini banyak mengandung mineral dan bahan organik dan iklim yang basah berturut- turut antara 7 – 9 bulan dengan curah hujan rata- rata 2.500 – 3.000 mm/ tahun.
Di Nagari Silayang, salah satu rencana kerja kelompok adalah pengembangan sereh wangi yang telah dikelola lebih dari 2 (dua) tahun belakangan ini. Selain kelompok, masyarakat juga telah ada yang menjadikan serai wangi sebagai sumber pencarian masyarakat. Pola tanam dan pengolahan/ penyulingan dilakukan olah masyarakat secara langsung dengan mengunakan alat penyulingan secara sederhana.
Diawal pengembangan, harga minyaknya relatif mahal berkisar Rp. 300.000 – Rp.350.000/ liternya dan untuk sekarang nilai penjualannya mengalami penurunan sampai dengan Rp. 150.000 – Rp. 200.000/ liternya yang dijual kepada pengepul yang ada di Nagari. Selain itu masifnya pembukaan lahan dikhawatirkan akan memberikan dampak lain secara ekologis.
Pola budidaya serai wangi yang murni dilakukan oleh masyarakat di Nagari Silayang mulai dari penanaman sampai penjualan dirasa perlu untuk pelibatan Pokja PPS. Pelibatan mulai dari perencanaan dilokasi mana yang cocok untuk dikembangkan serai wangi ini, proses pengadaan alat penyulingan beserta pengetahuannya, mencarikan pasar serta menyamin harga supaya stabil. Berikut pola integrasi Kelembagaan Pokja PPS yang Qbar coba susun :
Integrasi Pokja PPS merupakan kebijakan turunan dari Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2018 tentang Pedoman Fasilitasi Perhutanan Sosial. Kertas Kebijakan ini menawarkan model perencanaan penyusunan Rencana Kerja Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) terutama terkait peningkatan nilai ekonomi akan sebuah komoditi jenis tanaman yang sedang dan/ atau telah dikembangkan pada areal Perhutanan Sosial. Kertas Kebijakan ini merupakan hasil kajian dari potret Kelembagaan Pokja PPS, selanjutnya diperkuat dengan hasil PRA yang dilakukan di 4 (empat lokasi yang berbeda.
Kesimpulan
1. Perhutanan Sosial masih menjadi isu sektoral kehutanan, terutama terkait dengan akses pemanfaatan hutan yang legal. Belum menjadi isu bersama semua stakeholder.
2. Keberadaan Pangkalan Data Perhutanan Sosial terutama yang memuat sebaran potensi, analisa kebencanaan, kesesuaian lahan, kebutuhan dan profil kelompok Perhutanan Sosial menjadi penting untuk disediakan oleh Sekretariat Pokja PPS.
3. Perumusan rencana kerja yang sinergis dan integratif merupakan pintu gerbang dalam mendukung upaya pengembangan Perhutanan Sosial di Sumatera Barat.
Rekomendasi
1. Perlu adanya pemahaman yang sama mengenai Perhutanan Sosial, baik itu secara konsep maupun penggunaan nomenklatur dalam program dan anggaran pada setiap lembaga keanggotaan Pokja Perhutanan Sosial.
2. Pokja PPS perlu menyusun Rencana Kerja yang akan diimplementasikan kepada Kelompok Perhutanan Sosial berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) masing- masing yang berbasiskan kebutuhan dan potensi Kelompok Perhutanan Sosial.
3. Sekretaris Pokja PPS perlu menyediakan pangkalan Data Perhutanan Sosial yang menjadi dasar dalam perumusan Rencana Kerja Pokja PPS.
4. Pokja PPS perlu melakukan peningkatan kapasitas kelompok mulai dari tahapan awal sampai menjaga harga pasar terhadap komoditi yang dikembangkan dan dituangkan dalam Rencana Kerja Pokja PPS dengan dukungan para pihak. dengan demikian akan terjadi peningkatan ekonomi masyarakat pengelola perhutanan sosial.