Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal 24 September. Peringatan ini ditetapkan oleh Presiden Soekarno pada keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963. Penetapan Hari Tani Nasional dirayakan bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) 1960. UUPA merupakan pijakan formal bagi revolusi di sektor agraria, yaitu penjungkirbalikan model pemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum feodal maupun kolonial (Agrarische Wet 1870).
Dirancangnya UUPA merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. UUPA berprinsip untuk menempatkan tanah untuk kesejahteraan rakyat. UUPA mengatur pembatasan penguasaan tanah, kesempatan sama bagi setiap warga negara untuk memperolah hak atas tanah, pengakuan hukum adat, serta warga negara asing tak punya hak milik.
Adapun panitia yang merancang UUPA yaitu Panitia Agraria Yogya (1948), Panitia Agraria Jakarta (1951), Panitia Soewahjo (1955), Panitia Negara Urusan Agraria (1956), Rancangan Soenarjo (1958), dan Rancangan Sadjarwo (1960). Tujuan ditetapkan UUPA untuk menyusun dasar-dasar hukum agraria di Indonesia, menyatukan kesederhanaan dan kesatuan dalam hukum pertahanan, dan meletakkan dasar-dasar hukum tanah bagi rakyat Indonesia. Selain itu, UUPA ditetapkan untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat yang bekerja di bidang agraria.
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mengungkapkan bahwa sekitar 68 persen tanah atau daratan di Indonesia dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan korperasi besar. Menurut Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika hal ini merupakan ketimpangan penguasaan lahan terburuk sejak Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 5/1960 disahkan. Ketimpangan ini membuat rakyat semakin sulit memiliki tanah apalagi para petani yang membutuhkan lahan besar untuk bekerja bercocok tanam. Kurang lebih 16 juta rumah tangga petani itu hanya menguasai tanah kecil-kecil di bawah 0,5 hektar, fenomena ini tidak hanya di Jawa tapi di luar Jawa sudah menjadi eksisting riil situasi di lapangan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti ekspansi perusahaan besar seperti sawit, hutan tanaman industri, pertambangan bahkan pembangunan infrastruktur. Kondisi ini semakin diperparah dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh pemerintah, rakyat ditempatkan sebagai tenaga kerja murah dan alamnya dikeruk kepentingan kapitalis.
Pada 2021 KPA mencatat terjadi 207 letusan konflik agraria yang bersifat struktural. Ratusan konflik itu berlangsung di 32 provinsi dan tersebar di 507 desa dan kota serta berdampak pada 198.895 kepala keluarga (KK) dengan luasan tanah berkonflik seluas 500.062,58 hektar. Dalam peringatan Hari Tani Nasional ke-62 pada tahun 2022 ini, melalui kasus konflik agararia yang terjadi tersebut hendaknya kita merefleksikan diri, apakah amanat pada Pasal Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 sudah terwujud? Apakah tujuan ditetapkannya UUPA sudah sudah terlaksana dengan baik?
Sumber :
https://www.berdikarionline.com/sekilas-sejarah-hari-tani-nasional/
https://mojok.co/terminal/selamat-hari-tani-nasional/
https://www.suara.com/news/2022/01/06/124241/catatan-akhir-tahun-2021-kpa-ada-207-letupan-konflik-agraria-di-32-provinsi