Pendahuluan
Jorong IV Salibawan merupakan salah satu dari lima (5) jorong yang ada di Nagari Sundata, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman. Jarak tempuh Jorong IV Salibawan ke Ibukota Kabupaten yaitu sekitar 15 Km. Jorong yang didiami oleh sekitar 1.462 jiwa atau 409 Kepala Keluarga (KK) ini sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani yang bergantung kepada hasil sawah, kebun kakao dan karet. Secara Geografis wilayah Jorong IV Salibawan merupakan wilayah perbukitan. Selain potensi pertanian di Jorong IV Salibawan juga terdapat potensi emas yang telah dimanfaatkan oleh Belanda pada dulunya. Pada saat itu terdapat tiga (3) titik yang dijadikan sebagai wilayah pertambangan, yaitu Tambang Sibaliyuang, Tambang Rasam dan Tambang Suriyan.
Dengan Potensi yang besar, banyak pihak berkeinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di Jorong IV Slibawan Nagari Sundata Tersebut, salah satunya adalah PT. Anugrah Batu Hirang. Proses perizinan ini telah dimulai oleh PT. Anugrah Batu Hirang sejak tahun 2007 yaitu dengan dilakukannya musyawarah di Rumah Gadang Sambahan Sundata. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pasaman, Camat Lubuk Sikaping, Wali Nagari Sundata, Seluruh Niniak Mamak Nagari Sundata, Seluruh Kepala Jorong Nagari Sundata, Pemuka Masyarakat dan Ketua Pemuda Jorong se Nagari Sundata.
Kemudian pada tanggal 3 Mei 2010 melalui SK Bupati Kabupaten Pasaman Nomor 188.45/441/BUP-PAS/2010 secara resmi keluar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Anugrah Batu Hirang untuk melakukan eksplorasi seluas 4.040,78 ha. Akan tetapi melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 544-447-2015 terjadi penciutan terhadap luasan eksplorasi PT. Anugrah Batu Hirang menjadi seluas 3.510 ha.
Pada saat sekarang ini IUP ekplorasi PT Anugrah Batu Hirang sudah berakhir pada tanggal 2 Mei 2016 dan sedang dilakukan Peningkatan izin untuk melakukan Operasi Produksi. Untuk peningkatan izin tersebut sudah pernah dilakukan Konsultasi Publik Rencana Kegiatan Penambangan Eksploitasi Bahan Galian Emas di Kenagarian Sundata pada tanggal 18 April 2016 dan perusahaan saat sekarang ini adalah penyusunan Kerangka Amdal oleh Konsultan perusahaan.
Pelanggaran PT. Anugrah Batu Hirang Selama Memegang Izin Eksplorasi
Izin eksplorasi yang diperoleh PT Anugrah Batu Hirang berlakuk sejak 3 Mai 2010 sampai dengan tanggal 2 Mai 2016, dan dalam melakukan aktifitasnya ditemukan beberapa pelanggaran yang perlu dijadikan dasar dan pertimbangan untuk melihat performa perusahaan ini selama memegang izin eksplorasi, diantaranya adalah:
Tidak Adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
- Anugrah Batu Hirang yang memiliki luas 3.510 Hektar yang tersebar di Kawasan Hutan Lindung dan Areal Penggunaan alin (APL). Berdasarkan Pasal 38 ayat 3 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sudah dijelaskan bahwa setiap kegiatan Non-Kehutanan yang berada di Kawasan Hutan Lindung mensyaratkan harus memiliki dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Lebih lanjutnya mengenai IPPKH ini diatur lebih rinci dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Di dalam pasal 4 ayat 2 huruf a dijelaskan bahwa Pertambangan merupakan salah satu kegiatan diluar sektor kehutanan yang memerlukan Izin Pinjam Pakai Kawasan hutan. Apabila dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak diurus maka merupakan tindakan pelanggaran hukum.
Merujuk pada Surat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat tentang Data Perkembangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan Di Provinsi Sumatera Barat tertanggal 21 Januari 2016 ditemukan bahwa PT. Anugrah BAtu Hirang tidak mengurus dokumen IPPKH. Artinya, selama ini (lima tahun izin eksplorasi) PT. Anugrah Batu Hirang sudah melakukan tindakan melanggar hukum dengan tidak mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan hutan selama masa eksplorasi padahal lokasi IUP berada di dalam kawasan hutan lindung.
Tidak Patuhnya Dalam Pembayaran Iuran Tetap (landrent)
Merujuk pada dokumen yang diperoleh dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 PT Anugrah Batu Hirang tidak pernah melakukan pembayaran Iuran Tetap (landrent) dengan tunggakan sebesar Rp. 262.650.700.
Berdasarkan Pasal 21 ayat 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemegang Izin Usaha Pertambangan yang tidak melakukan pembayaran iuran tetap dapat dituntut pidana dan apabila pemegang IUP juga tidak melakukan pembayaran untuk tahun keduanya maka akan disanksi dengan melipat gandakan sanksinya.
Tindakan ketidakpatuhan PT. Anugrah Batu Hirang tentunya telah mangakibatkan kerugian terhadap pendapatan negara dan kondisi ini tentunya memperlihatkan dengan tidak dibayarkannya iuran tetap maka PT. Anugrah Batu Hirang pada dasarnya tidak mempunyai kemampuan dan kopetensi sebagai sebuah perusahaan untuk mengelola sebuah pertambangan dengan luasan yang diberikan izin.
Status Non Clear and Clean (Non-CnC)
Berdasarkan daftar Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pertanggal 29 Agustus 2016 dari 308 IUP yang ada di Sumatera Barat sebanyak 165 IUP berstatus Non CnC, PT Anugrah Batu Hirang termaksud salah satu prusahaan pemegang izin dengan Status non CnC. Ini menjelaskan bahwa PT. Anugrah Batu Hirang tidak memenuhi persyaratan administrasi, teknis, financial dan terdapat permasalahan kewilayahan sebagai pemegang izin usaha pertambangan yang mempunyai tanggung jawab.
Ditetapkannya PT. Anugrah Batu Hirang sebagai salah satu perusahaan yang non CnC membuktikan bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan yang tidak taat dan patuh terhadap peraturan yang berlakukan dengan mengabaikan persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh sebuah perubahan untuk mendapatkan izin dan menjalankan aktivitasnya.
Potensi Dampak Aktivitas Pertambangan bagi Masyarakat Jorong IV Salibawan
Penolakaan masyarakat jorong IV Salibawan terhadap keberadaan izin usaha Pertambangan PT. Anugrah Batu Hirang kembali mencuat ketika dilakukan konsultasi publik mengenai AMDAL pada tanggal 18 April 2016 dimana sebelumnya masyarakat sudah merasa aman dengan beranggapan bahwa perusahaan ini tidak akan beraktivitas di wilayah mereka. Sebagian besar Masyarakat tidak menyetujui keberadaan perusahaan tambang ini dan menilai dengan adanya aktifitas pertambangan akan berdampak negatif terhadap wilayah, lingkungan serta kehidupan sosial budaya masyarakat nagari sundata khususnya masyarakat Jorong IV Salibawan, hal itu didasari pada:
- kawasan yang dijadikan oleh Anugrah Batu hirang sebagai Izin Usaha Pertambangannya merupakan hulu sungai Batang salibawan dan Batang panjanguangan. 2 sungai besar ini merupakan sumber air utama masyarakat untuk kebutuhan sehari – hari dan kebutuhan pertanian dan perladangan;
- Izin Usaha Pertambangan PT. Anugrah Batu Hirang berada di kawasan perbukitan berpotensi bencana alam (longsor) yang akan mengancam pemukiman masyarakat jorong IV Salibawan dan Nagari Sundata pada umumnya serta lahan – lahan pertanian yang merupakan sumber penghidupan masyarakat;
- Di Jorong IV Salibawan Terdapat 3 kampung yang masuk dalam IUP PT. Anugrah Batu Hirang Yaitu Kampung, Batu batindiah dan Lambah Bukik. Selain itu ± 20 Hektar lahan persawah dan ±400 hektar lahan perladangan masyarakat juga masuk dalam IUP. Kondisi ini tentu membuat masyarakat merasa sangat terancam akan digusur dari pemukiman, lahan persawahan dan lahan perladangan mereka jika perusahaan beroperasi;
- Keberadaan PT. Anugrah Batu Hirang di Jorong IV salibawan menimbulkan Pro dan Kontra di tingkat masyarakat dan juga dengan pemerintah. Jika proses perizinan masih dilanjutkan dan aktivitas pertambangan berjalan berpotensi menimbulkan konflik horizontal di tingkat masyarakat dan konflik vertical antara masyarakat dengan pemerintahan sebagai pemberi izin serta konflik antara masyarakat dengan perusahaan sebagai pemegang izin.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan itu dapat dilihat adanya beberapa pelanggaran yang harus dianggap serius oleh Pemerintah selaku pemegang kewenangan pemberian izin dan Apabila proses perizinan PT. Anugrah Batu Hirang dilanjutkan, maka pemerintah melakukan pembiaran dan mengabaikan pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh PT Anugrah Batu Hirang.
Munculnya penolakan dari masyarakat yang berada di wilayah yang diberikan izin harus menjadi pertimbangan utama karena kehadiran investasi seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara jika yang terjadi adalah sebaliknya yaitu terancamnya sumber air, pemukiman, persawah dan perladangan serta berpotensi menimbulkan konflik maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tetap memberikan peluang perizinan kepada perusahaan tersebut.