Alam memiliki arti penting bagi kehidupan umat manusia. Alam menopang berbagai aktifitas kehidupan, namun di zaman modern seperti ini alam kerap menjadi korban keganasan dan keserahakan. Penebangan liar dimana-mana, eksplorasi habis-habisan merajalela, seakan-akan alam menjerit ditengah perbuatan merusak umat manusia.
Namun, tidak demikian yang dilakukan masyarakat adat Kenagarian Guguak Malalo, Kab. Tanah Datar, mereka tetap menjaga keseimbangan alam, menjaga dan melestarikan alam melalui sebuah tradisi warisan nenek moyang yang disebut sebagai “Mambuka Kapalo Bando”. Upacara “Mambuka Kapalo Bando” merupakan perpanduan antara nilai-nilai islam dengan adat Minangkabau. Tradisi ini diawali dengan sidang pengurus mesjid yang terdiri dari Imam, Khatik, Bilal, Pandito Kampuang serta perwakilan dusun-dusun, sidang ini dilaksanakan untuk menentukan hari upacara, yang kemudian ditetapkan harinya adalah Rabu, 20 November 2013 atau 16 Muharram 1434 H, karena upacara “Mambuko Kapalo Banda” mengikuti kalender hijriah dan biasanya dilakukan setelah Hari Raya Idul Adha. Setelah itu, pengurus mesjid bertanggung jawab untuk mencari kerbau yang akan disembelih ketika upacara “Mambuka Kapalo Banda” dilakukan.
Hari ini, tradisi itu dilakukan, di Jorong Duo Koto Nagari Guguak Malalo. Hari ini penyembelihan kerbau dilakukan, setelah Setelah kerbau dibantai, daging kerbau tersebut dibagi persuku, ada 8 suku, setelah dibagi 8, oleh Pandito tadi daging tersebut dibagi ke Kampung masing-masing. Disanalah nantinya daging tersebut dibagi menurut garis keturunan masing-masing, (dari kaum ke kemenakan menurut ranji). Setelah dibagi, kaum memasak daging, kemudian daging yang telah dimasak tadi dibawa lagi ketempat pembantaian kerbau. Setelah semua anak kemenakan dan perangkat adat berkumpul, barulah diadakan acara mendo’a. Setelah mendo’a, dilakukan pembahasan kapan waktu untuk menanam padi, bagaimana pembagian air, kapan menyemai padi serta penghitugan zakat.
Prosesi “Mambuka Kapalo Bando” merupakan perpaduan antara adat dengan islam. Dengan kata lain, proses “Mambuka Kapalo Bando” merupakan proses adat, namun isinya adalah hukum islam. Hal ini yang dikatakan dalam petitih Minang “Adat Basandi Syarak, Syarak Basansi Kitabullah, Syarak Mangato Adaik Mamakai”. Disamping itu, “Mambuka Kapalo Banda” ini berperan dalam pembagian harta pusako tinggi yang akan sesuai dengan segala bentuk zaman. Pembagian harta pusako tinggi berdasarkan sistem Matrilinial (garis keturuan perempuan). Disini Ranji akan dilihat, artinya daging dibagikan kepada anak kemenakan yang berhak atas tanah ulayat (harto pusako tinggi). Nilai penting dalam prosesi ini adalah masyarakat adat nagari guguak mamalo bersepakat untuk menjaga alam, baik itu hutan, sungai, danau dll, karena alam akan selalu menjaga kelangsungan umat manusia dan manusia bertanggung jawab menjaga alam.