Desa Baru, begitu sebutannya untuk salah satu nagari yang ada di Kecamatan Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat. Jika dirunut kebelakang masyarakat yang ada di Nagari Desa Baru heterogen ini ternyata memiliki sejarah yang panjang dimana mereka adalah berasal dari Solo, Jogyakarta, Jawa dan Kebumen ketika ada program Kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1938 yang bertujuan untuk memperluas daerah koloninya. Dari tahun 1938 tersebutlah masyarakat tersebut mulai membuka lahan untuk tempat permukiman, pertanian dan perkebunan mereka.
Pada tahun 1948 pemukiman mereka diberi nama Desa Baru oleh seorang Asissten Wedana (Camat) pada waktu itu yang mana sebelumya permukiman mereka dinamakan dengan Bedeng Barat dan Bedeng Timur. Selanjutnya setelah Kemerdekaan yaitu tahun 1956 terjadi penambahan jumlah penduduk di Desa Baru melalui program transmigrasi. Selain itu juga adanya penduduk yang datang secara mandiri ke Desa Baru yang berasal dari Padang dan Mandailing.
Pada tahun 1952 Pemerintahan Desa Baru menjadi Pemerintahan Nagari, namun pada tahun 1979 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maka pemerintahan nagari desa baru, berubah menjadi Pemerintahan Desa yang terpecah ke dalam beberapa desa. Pasca Reformasi dengan sistem Otonomi Daerah, Sumatera Barat membuat kebijakan daerah untuk kembali pemerintahan nagari (babaliak kanagari) melalui Perda Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Nagari kemudian direvisi dengan Perda Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Nagari, kondisi kebijakan ini kemudian juga berimbas kepada perubahan pemerintahan di Desa Baru, dimana beberapa desa bergabung dalam pemerinatahan Nagari Desa Baru yang terdiri dari 4 jorong, yaitu Jorong Sukorejo, Jorong Mulyorejo, Jorong Sidomulyo dan Jorong Karang Rejo.
Meskipun mereka terdiri dari multi etnis mereka tetap bersatu dan saling mendukung dan hidup berdampingan, ini terlihat ketika ada kegiatan- kegiatan bersama untuk memajukan baik secara ekonomi maupun pengetahuan, hal ini bisa dibuktikan dengan masyarakat yang mau bergabung dengan kelompok tani hutan kemasyarakatan gunung leco, melalui kelompok ini, masyarakat nagari Desa Baru telah mendapatkan izin legal pengelolaan hutan. Sekarang masyarakat tidak lagi takut untuk berladang di kawasan hutan. Dalam kelompok ini, kelompok sering lakukan adalah diskusi dan gotong royong untuk menjalankan kegiatan kelompok, sehingga melalui diskusi dan gotong royong ini semakin memperkuat rasa kebersamaan di masyarakat.
Selain itu juga, kebersamaan masyarakat Nagari Desa Baru juga bisa dilihat dari upacara kelahiran, pernikahan dan kematian, mereka melakukan prosesinya secara bersama dengan tanpa mengedepankan ego etnis mereka dan selalu mengedepankan toleransi terhadap adat dan budaya mereka masing-masing. Sebagai sebuah Nagari dalam komunikasi mereka dapat menggunakan bahasa daerah yang ada di Desa Baru, namun ketika mengadakan acara kenduri mereka tetap menggunakan adat masing-masing.
Oleh : Alen Saprika