Agita Fernanda, S.H., selaku Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Perkumpulan Qbar (People Coalition for Justice Democracy and Human Rights) berpartisipasi sebagai salah seorang pembicara diskusi bertema “Memperkuat Eksistensi Masyarakat Adat dalam Pembangunan Daerah” pada Festival Masyarakat Adat dalam rangka Perayaan Puncak Hari Masyarakat Adat Internasional 2018 – Sumatera Barat yang diadakan oleh FIB Unand. Disamping acara diskusi yang berlokasi di Ruang Seminar FIB Unand ini pada Rabu, 29 Agustus 2018 pukul 8.00 WIB, ada juga “Panggung Rakyat” pada pukul 14.00 WIB yang menampilkan orasi ilmiah, silek, tari tradisional, musik akuistik, musikalisasi puisi, mural, dan lomba dan pameran foto oleh seluruh UKMF di Medan Nan Balinduang FIB Unand.
Agita Fernanda, S.H. mengatakan bahwa kegiatan ini dilandasi oleh adanya Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa yang menghasilkan Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat (The United Nations Declaration on the Right of Indigenius Peoples) yang dibentuk pada tanggal 9 Agustus 2007 lalu.
“Terkait dengan masyarakat adat yang menginisiasi kegiatan ini, dulu ada deklarasi PBB tentang hak masyarakat adat. Disana dibicarakan atau diakui bahwa masyarakat adat dengan hak-haknya harus diakui oleh Negara. Pengakuan itu misalnya dalam bentuk sumber daya alam, bentuk kehidupan, dan kebudayaan serta mengakui kearifan lokal mereka. Apa yang sudah ada, apa yang sudah diperoleh, apa yang sudah dimiliki masyarakat adat harus kita lestarikan dan bagaimana negara harus menghormatinya sampai hari ini,” paparnya saat ditemui disela-sela kesibukannya.
Terdapat tiga orang pembicara yang dihadirkan dalam acara diskusi pada Festival Masyarakat Adat ini, yaitu: Pertama, Dr. Hasanuddin, M.Si (Dekan FIB Unand) yang akan memberikan materi mengenai “Pembelajaran dan Korelasi Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang Memberikan Sumbangsih Pembangunan Berkelanjutan”. Kedua, Drs. M. Sayuti, Dt. Rajo Pangulu, M.Pd. (Ketua LKAAM Sumbar) dengan judul materinya “Menguatkan Eksistensi Masyarakat Adat Sesuai Perkembangan Zaman”. Kemudian, yang ketiga, Agita Fernanda, S.H. (Perkumpulan Qbar) dengan topik materi “Peluang penguatan Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Hukum Negara.
Dikatakan oleh Agita Fernanda, S.H. acara tersebut penting untuk menyatukan pemahaman atas pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat di Sumatera Barat yang selaras dengan pembangunan Provinsi Sumatera Barat. Kemudian katanya lagi itu dapat mendiskusikan tantangan dan peluang pengakuan masyarakat hukum adat melalui produk hukum daerah di Sumatera Barat dalam kebutuhan penguatan hak terhadap sumber daya alam, dan memberikan apresiasi terhadap masyarakat adat dalam kontribusinya menjaga dan mempertahankan sumber daya alam.
Terakhir, Agita Fernanda, S.H. berharap agar acara Festival Masyarakat Adat yang diketuai oleh Yudi Andhoni, M.A., Sekretaris Jurusan Sejarah FIB Unand, ini dapat berjalan dengan sukses serta tujuan kegiatan ini bisa tersampaikan kepada publik, mahasiswa dan dosen Unand, dan terkhusus kepada dosen dan mahasiswa FIB Unand.
“Kita berharap acara ini dapat mencerminkan nilai baru untuk menyampaikan sisi adat. Jadi, adat itu dapat disampaikan dengan kemasan yang agak baru dan sifatnya kekinian. Kemudian harapan jangka Panjang kami adalah agar acara ini juga bisa menjadi ruang pengingat bagai pemerintah bahwa sudah saatnya mengakui masyarakat adat melalui produk hukum daerah yang ada di masing-masing daerah/kabupaten, sehingga pengakuan ini setiap tahun tidak hanya selebrasi semata. Akan tetapi, sudah ada nilai konkritnya yang bisa kita rujuk sebagai pusat kajian karena kita tahu bahwa masyarakat adat ini sebenarnya bekerja bersamaan dengan negara, misalnya dalam hal menjaga hutan, masyaraakt sudah banyak memberikan contoh-contoh baik tentang bagaimana cara menjaga hutan,” pungkasnya.
Sumber : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Reporter: Mita Handayani, Editor: Ayendi